Chiisana Negai Hoshi
“Kakak!
Tangkap kelincinya!!” teriak Mika kecil kepada kakak perempuan satu-satunya
itu. Mika kecil sangat senang bermain kejar-kejaran di taman kota yang luas
itu. Di sana segala macam bunga dan tumbuhan ada, bahkan kelinci kecil,
burung-burung, dan ikan berenangan di sungai kecil.
“Mika,
Kakak capek sekali…” kata kakaknya sambil tersenyum. Dia sampai heran adik
kecilnya itu mempunyai kapasitas paru-paru seberapa besar, sepertinya dia tidak
pernah lelah berlari.
“Ahahaha….!
Kalau aku yang berhasil menangkap kelinci kecil itu, aku yang menang!” Mika
tertawa dengan bahagia. Kakaknya hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan
lucu adiknya.
“Mika,
di sini sangat tenang. Apa kau tidak merasa mengantuk?”
“Aku
tidak mengantuk, aku bermain bersama Kak Mori dan itu sangat menyenangkan. Mana
mungkin aku melewatkan kesempatan ini untuk tidur?”
Mori
masih tersenyum. Adiknya yang satu ini benar-benar tidak bisa dipisahkan
dengannya. Mori selalu melindungi Mika, dia tidak pernah membiarkan satupun hal
membahayakannya. Tapi, saat itu dia sangat lelah. Dia ingin berbaring saja di
rerumputan. Menikmati udara yang segar, mengisi paru-parunya dengan oksigen
banyak-banyak dan bercerita dengan adiknya dengan santai.
“Mika,
kakak punya sebuah cerita. Kamu harus dengarkan dansetelah itu berjanjilah
untuk tidur. Oke?”
Mika
sangat senang mendengarkan cerita kakaknya. Semua petualangan yang kakaknya
ceritakan padanya adalah petualangan yang seru. Di luar sana, banyak hal yang
tidak diketahui oleh Mika.
“Mika,
kau tahu Kakak sangat menyayangimu?”
“Ehem..”
jawab Mika sambil tersenyum senang. “Kakak selalu melindungiku.”
“Mika,
di dunia luar sana akan ada lebih banyak hal. Ada hutan yang anggun dan
misterius dengan banyak binatang aneh. Ada lautan yang luas dan dalam dengan
ikan-ikan besar. Ada banyak manusia dan suatu hari nanti kau akan bertemu
dengan seseorang yang bisa kau sebut teman.”
“Teman?
Apakah dia seperti kakak?”
“Ya,
carilah teman yang baik seperti kakak. “ Mori mengelus kepala adiknya.
“Apakah
dia juga akan menyukai bunga-bunga, kelinci, dan bintang-bintang?” Tanya Mika.
“Tentu
saja, Mika. Tidak ada satupun orang di dunia yang membenci bunga, kelinci, dan
bintang-bintang.” Jawab Kakaknya sembari memeluk adiknya.
Mika
tersenyum bahagia. Dia berbaring di atas rerumputan di samping kakaknya.
Gemericik air sungai kecil yang mengalir dan suara angin yang menerbangkan
daun-daunan membuat Mika mengantuk. Dia semakin mendekat ke pelukan kakaknya.
“Kakak
hangat…kakak seperti bintang-bintang kecil di langit yang gemerlapan…”
Mori
tersenyum. “Kakak akan selalu menjadi bintangmu. Kapanpun kau ingin melihat
kakak, lihatlah langit malam yang indah. Sekarang tidurlah. Waktu kau bangun
nanti, kakak akan menjadi bintang yang paling terang dan akan selalu menjadi
pelindungmu….” Dengan kata-kata Mori, Mika semakin tenggelam dalam dekapan
kakaknya yang hangat. Matanya perlahan tertutup dengan senyum masih mengembang
di bibirnya.
“Kakak
menyayangimu, Mika….”
AAA
Sudah
tujuh tahun berlalu. Walaupun penelitian itu sudah dilarang karena berbahaya
dan membahayakan nyawa manusia, tapi mereka tetap bergerak di bawah tanah.
Alasan mereka adalah demi penyelamatan bumi ini, tidak ada yang bisa dilakukan
kecuali tetap maju dan mengembangkan metode baru agar polutan yang telah banyak
terakumulasi dalam tubuh bumi dapat sedikit ternetralisasi. Limbah B3 yang
tidak bisa terdegradasi bisa saja menjadi tidak berbahaya jika penelitian itu
terus dilakukan. Tidak ada yang tahu apakah mereka adalah orang-orang yang
terlalu bersemangat melakukan penelitian demi mengembalikan daya dukung
lingkungan, atau mereka adalah orang-orang kejam melakukan penelitian terhadap
tubuh-tubuh manusia dan DNA mereka untuk mengambil keuntungan pribadi? Atau
bahkan mereka hanyalah sekumpulan orang-orang putus asa yang mengetahui
kenyataan bahwa bumi ini sakit parah dan akan hancur hanya dalam beberapa
decade jika tidak dilakukan usaha penyelamatan?
Sampai
di abad 21 telah banyak kasus pencemaran lingkungan karena dampak dari kegiatan
industri. Di Indonesia, Kalimantan Tengah terjadi pencemaran merkuri yang
mematikan akibat tambang emas. Lalu pencemaran udara yang parah akibat industry
besar batu bara di Linfen, Cina. Di belahan bumi Rusia, dampak dari sampah
industry senjata kimia mengubah air menjadi racun yang mematikan. Kemudian
kebocoran pabrik pestisida di Bhopal India menewaskan ribuan manusia dan
menyebabkan penyakit pada ratusan ribu penduduk. Tidak berhenti di situ,
bencana radiasi di Chernobyl, Ukrania membuat kota tersebut menjadi kota mati
yang tak berpenghuni.
Manusia
kini memang berterimakasih oleh industri yang semakin maju dan memudahkan
kegiatan manusia, tapi dampak industry juga terlalu besar bagi planet ini. Ya,
dampaknya adalah bahaya yang sangat besar. Ah, tapi tunggu! Bukankah hanya
segelintir manusia-manusia tertentu yang menikmati hasil dari industri
tersebut? Benar, hasil yang besar dari mengeksploitasi planet ini dinikmati
hanya oleh segelintir manusia tertentu. Walaupun begitu, dampaknya dirasakan
oleh seluruh makhluk hidup.
Hanya
manusia berhati iblis yang tetap mengeruk kekayaan bumi sementara lingkungannya
terkotori. Dunia ini ternyata lebih mengerikan daripada mimpi buruk. Apa yang
bisa kita dapatkan ketika melihat limbah-limbah padat menggunung di sekitar
pemukiman, pencemaran air, pencemaran udara, pencemaran tanah, dan limbah B3
yang selalu menjadi masalah. Bumi sudah bukan tempat aman bagi makhluk hidup.
Apanya
yang manusia generasi baru??! Penelitian itu seharusnya bukan focus pada manusia
yang dapat menetralisasi semua racun-racun kimia di bumi ini. Mereka
menghabiskan seluruh dana untuk mengotak-atik DNA manusia, tapi apa yang
didapat? Mereka hanya menambah daftar kriminalitas jenis baru.
Sudah
satu bulan sejak Mika memasuki sekolah regular. Sekolah SMA biasa dengan banyak
kelas dan banyak siswa. Selama ini dia belajar dari seorang guru privat. Dia
tidak begitu mengerti cara kerja SMA biasa, tapi dia sudah berusaha untuk
beradaptasi. Termasuk juga beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Dia berusaha menekan kemampuan mendeteksi
parameter-parameter kimia. Walaupun begitu, masih terlalu menyakitkan baginya
karena dia masih bisa mendeteksi parameter-parameter kimia yang kuat karena
banyaknya pencemaran.
“Aku
perlu bantuanmu untuk merangkai alat titrasi ini.” Kata Mirai. Saat itu dia dan
Mika sedang mengerjakan praktikum bab titrasi. Tangan Mirai penuh oleh tabung
titrasi. Mika datang membantu dan dalam pengerjaan praktikum itu kontak fisik
tentu sulit untuk dihindari. Ketika Mika dengan tidak sengaja menyentuh tangan Mirai,
dia terkejut. tabung titrasi yang dia pegang hampir saja jatuh. Mika mundur
beberapa langkah, masih tercengang.
“Baiklah,
sekarang kita perlu NaOH.” Dia melihat ke arah Mika yang masih mematung. “Ada
apa? Kalau kita tidak cepat kita tidak kebagian waktu istirahat makan siang.”
Katanya masih bersemangat. Lalu dia berjalan menuju lemari asam.
“Apa?
Ada apa dengan tubuhnya?” gumam Mika.
Sepanjang
praktikum itu dia tidak bisa berkonsentrasi. Pikirannya telah terbang entah
kemana. Dia sering mematung di depan Mirai dan itu membuat Mirai khawatir.
Bagaimana jika Mika kerasukan roh atau sesuatu? Pikirnya.
Setelah
praktikum selesai, Mika tidak bisa menahan diri lagi. Dia memang baru mengenal Mirai
hari itu. Di saat praktikum itu. Bukannya dia tidak tahu seseorang bernama Mirai,
tapi dia baru saja berbicara dengannya hari itu karena setiap hari dia lalui
sendiri. Mika tidak pernah punya keinginan untuk membuat percakapan apapun
dengan siapapun. Tapi hari itu, dia memaksa Mirai mengikutinya. Dia menyeret Mirai
ke sebuah bangku di bawah pohon besar yang melindungi mereka dari sinar
matahari.
“Ada
apa??” tanyanya kebingungan.
“Apa
kau….manusia generasi baru??”
Dedaunan
gemerisik diterbangkan angin yang tiba-tiba berhembus kencang. Ada beberapa
burung merpati yang terbang karena kaget. Mika menatap Mirai dengan serius
sementara Mirai tidak tahu harus menjawab apa.
Di
tengah kebisuan tersebut, bel masuk berbunyi. Dan sekali lagi angin tiba-tiba
berhembus kencang.
AAA
Lima
belas menit lagi. kenapa jarum jam itu sepertinya berputar dengan sangat
lambat? Pikir Mirai. Sejak bel masuk tadi dia tidak bisa memasukkan satu
kalimat pelajaran pun dalam otaknya. Pikirannya dipenuhi dengan gadis aneh yang
duduk pada dua bangku di depannya.
“Dia
bilang manusia generasi baru?? Apa maksudnya itu?? Tiba-tiba saja menarikku
keluar lab dan bertanya seperti itu. Dia agak sedikit menakutkan.” Pikir Mirai
dalam benaknya. Selama ini dia memang mengenal sosok Mika sebagai gadis
misterius. Mika jarang sekali mengobrol dengan orang lain. Mungkin dia pernah
berbicara satu atau dua kali dengan guru atau juga siswa lain, tapi itu jga
hanya masalah sekolah. Siapa Mika, tinggal dimana, apa makanan kesukaannya,
tidak ada yang tahu.
Sampai
di dalam rumah pun dia masih terpikirkan kejadian siang itu. Mika, seorang
gadis misterius tiba-tiba saja bertanya ‘manusia generasi baru’. Apakah itu
spesies baru dari manusia? Mirai tidak yakin.
Di
tempat lain, Mika mengalami hal yang sama. Dia memikirkan Mirai.
“Tubuhnya
itu, ada apa dengan tubuhnya??! Bagaimana dia bisa seperti itu?? apa dia
sengaja? Mustahil! Dia mungkin adalah manusia generasi baru. Tapi, aku tidak
pernah tahu ada yang lain selama ini. Aku, aku merasa marah, juga sedih. Tapi
kenapa aku merasa sedih? Apa aku kasihan padanya?” berbagai pertanyaan
berkecamuk dalam kepalanya. Semakin dia memikirkannya, semakin perasaannya tak
tenang. Dia tidak bisa tidur. Dia berusaha tidur untuk melupakan apa yang
dilihatnya, tapi dia tidak bisa tidur. Dia ingin esok segera datang dan dia bisa
mendapat semua jawaban di sekolah.
Begitu
pagi tiba, Mika bergegas menuju ke sekolah. Dia bahkan lupa dengan sarapannya. Dia
menunggu Mirai muncul dan ingin segera merentetinya dengan banyak pertanyaan,
tapi dia tak juga datang. Sampai jam pelajaran dimulai, bangkunya tetap kosong.
Saat guru mata pelajaran mengecek presensi, tidak ada yang tahu dimana Mirai
berada. Meski begitu mata Mika tidak bisa lepas dari bangku kosong Mirai.
Bel
istirahat berdering. Saat itu juga
ponsel Mika membunyikan ringtone nada panggilan.
“Karin
sensei? Setelah sekian lama…” gumamnya, lalu mengangkat telepon.
“Mika
chan!” suara Karin sensei di kejahuan. “pergilah ke departemen store, kutunggu
di sana!”
Pasti
ada masalah serius. Karin sensei sampai melupakan bahwa ini adalah hari rabu
dan tiga puluh menit lagi pelajaran matematika akan dimulai.
“Ah,
gomenasai ne Mika chan. Bisakah kau skip kelasmu sekali ini?”
“Itu
bukan masalah, Sensei. Baik, aku akan ke sana.”
“Arigatou.”
Dan
sepuluh menit kemudian Mika telah berada di department store dekat sekolah.
“Ah!
Wasureteta…! Mika chan, kau masih dalam seragammu! Bagaimana bisa aku
mengajakmu keluar?” Karin Sensei terlihat panic. “kita masuk ke mobil saja.”
“Doushita
no, sensei?” Tanya Mika kemudian, setelah mereka masuk ke mobil. Karin sensei
menghidupkan mesin mobilnya dan mulai mengemudikan di jalan raya.
“Mika
chan, kita harus bergegas. Yah, memang sudah ada yang menangani, tapi ini tetap
saja gawat.”
“Apakah
terjadi sesuatu?”
“Seorang
temanmu bernama Mirai dibawa oleh mereka!” ketika Karin sensei berkata ‘mereka’
hal yang dapat dipikirkan oleh Mika adalah New Generation Research. Lembaga
penelitian yang berambisi membuat manusia generasi baru.
“Mirai??!!”
“Kau
mengenalnya, Mika chan?” di tengah kepanikan itu, ponsel Karin sensei berdering.
“Moshi-moshi…
hai’, wakarimasu!”
“Ada
apa Sensei?”
“Mirai
sudah berada di markas, sekarang dia bersama Asada sensei. Yokatta ne…” Karin
sensei bernafas lega.
“Asada
sensei?”
“Ah,”
Karin sensei melupakan sesatu. Nama itu pasti menyebabkan suatu perasaan yang
besar setelah tujuh tahun Mika tidak pernah mendengarnya lagi.
“Mika
chan, karena Mirai sudah aman di markas, eto…bagaimana kalau Mika chan kembali
ke sekolah?” kata Karin sensei. Sensei paham betul markas adalah tempat yang
tidak ingin dikunjungi oleh Mika. Karin sensei tidak ingin melukai perasaan Mika,
jadi dia berpikir untuk mengirimnya ke sekolah kembali daripada pergi ke
markas.
“Sensei,
aku sedang tidak ingin kembali ke sekolah hari ini. Gomenasai.” Mika berkata
dengan tatapan pasrah. Dia tahu dia tidak akan pernah bisa berkonsentrasi pada
pelajarannya saat ini. Tapi dia juga tahu alasan kenapa sensei tidak jadi
mengajaknya ke markas dan malah mengirimnya kembali ke sekolah.
“Baiklah,
kalau begitu aku antar kamu ke rumah. Bagaimana?”
“Un,
wakatta.” Jawabnya, mengerti. “Bagaimana dengan Mirai?”
“Dia
sedang menjalani pemeriksaan, aku akan memberimu kabar setelah semuanya jelas.”
“Sensei….
kemarin aku…aku menemukan ada yang aneh dengan tubuh Mirai dan aku bertanya
padanya apakah dia manusia generasi baru.” Mika terhenti sejenak mengambil
nafas. “Apakah aku membuat Next Generation tertarik dengan Mirai? Mungkin
karena aku bicara padanya…”
“Mika
chan,” Karin sensei berkata dengan penuh kasih sayang. “ini bukan salahmu.
Daijoubu…”
AAA
Mirai
berdiri mematung di dekat jendela. Dia bingung kenapa bisa sampai di tempat
yang tidak dia kenal. Dia hanya ingat beberapa jam yang lalu dia bersiap pergi
ke sekolah dan tiba-tiba dibius di sebuah tempat sepi.
“Mirai
san….” Mirai menoleh ke sumber suara tersebut. Dia merasa aneh ada seorang
professor yang memanggilnya denga sopan. Maksudnya, lihat saja! Dia
adalah professor dengan balutan jas lab putih berkacamata sedangkan dia hanya
seorang anak SMA biasa.
“Bukan
anak SMA biasa.” Kata professor itu seolah dapat membaca pikiran Mirai.
Lalu
seorang perempuan muda menyeruak masuk. “Asada sensei!” panggilnya.
“Ah,
Karin sensei.” Professor yang dipanggil Asada sensei itu kini duduk di ranjang
putih tempat Mirai melakukan pemeriksaan tadi.
“Aku
mengirim Mika chan pulang.” Kata perempuan itu. Mirai bertanya-tanya, jadi
semuanya ada hubungannya dengan Mika?
“Aku
tahu alasanmu melakukan hal itu. Mika chan…dia masih tidak ingat padaku?”
“Moshiwake
gozaimasen.”
“Kenapa
minta maaf Karin sensei?” Asada sensei tersenyum. Menurut Mirai, itu lebih
kepada senyum yang ironis. “Aku menjadi bagian trauma beratnya.”
Lalu
Karin sensei dan Asada sensei saling terdiam.
“Jadi,
bagaimana sebaiknya kita menjelaskan hal rumit ini kepada Mirai san?” Asada
sensei melihat kea rah Mirai. Dia masih mematung di depan jendela menghadap
kepada kedua orang itu.
“Sebaiknya
aku menjelaskan padamu beberapa hal secara garis besar. Kau siap?”
“Eh,
iya.” Jawab Mirai agak tergugup.
“Penculikan
yang kau alami hari ini dilakukan oleh sebuah lembaga penelitian bernama Next
Generation Research. Mereka adalah orang-orang putus asa yang ingin membuat
sebuah manusia generasi baru yang dapat menetralkan berbagai polutan. Karena
ada sesuatu yang unik dalam tubuhmu, makanya mereka tertarik.”
“Manusia
generasi baru? Mika pernah menanyakan hal itu.” dia ingat betul saat Mika
menyeretnya dan menanyakan hal aneh itu padanya. Sekarang hal itu terjawab,
walaupun baru sebagian. Dia belum tahu detailnya.
“Dia
mungkin terlihat misterius. Tapi Mika chan adalah gadis yang baik. Tolong
jangan berpikir hal buruk mengenai dia.” Kata Karin sensei. Matanya menyiratkan
simpati dan perhatian.
“She
is suffering a lot, Mika chan.” Ketika mereka membicarakan Mika, pandangan mata
mereka semua menyiratkan penyesalan. “Mika chan adalah objek penelitian mereka.
Dia adalah manusia generasi baru.”
AAA
Mirai
tidak mendapatkan banyak penjelasan mengenai proyek penelitian manusia generasi
baru. Tentang Mika, atau organisasi yang baru saja membawanya. Dia malah
mendapatkan sebotol obat.
“Ini
hanya vitamin yang membuat tubuhmu terhindar dari sedikit polutan. Minumlah.”
Hanya
itu yang dikatakan Asada sensei. Dia tidak tahu vitamin macam apa yang membuat
tubuhnya terhindar dari polutan. Hari itu Mirai kembali masuk sekolah setelah
sebelumnya menjadi target penculikan dan tentu saja hal itu membuatnya paranoid
terutama ketika melintas di tempat-tempat sepi.
Saat
istirahat makan siang entah mengapa Mirai yang biasanya makan bersama
teman-temannya, hari itu tidak ingin bersama mereka. Dia membawa makanannya ke
bangku di bawah pohon besar tempat Mika kemarin mengajaknya bicara.
Sejenak
kemudia Mirai merasa ada seseorang yang mengawasi dan lebih tepatnya
membuntutinya sejak melangkah keluar dari kelas. Mungkin bukan pilihan bijak
untuk makan sendirian. Dia merasa orang yang mengawasinya itu ada di balik
pohon besar, Mirai seketika itu menoleh. Dan dia mendapati….
Mika
mengintip di balik pepohonan!
Mirai
tidak mengerti kenapa Mika membuntutinya, tapi ketika dia melihat Mika, gadis
itu menjadi panic dan kabur. Usaha Mika membuntuti Mirai tidak berhenti sampai
situ. Dia mengikuti Mirai ketika membeli minuman, kemudian ketika pulang, dan
lebih sering lagi ketika istirahat. Mika terlihat berminat menatap makanan Mirai.
“Mau
mencobanya?” Tanya Mirai sambil menyodorkan kotak makannya.
“Hwaaa….”
Mika memberi tatapan bahagia. Matanya berbinar-binar melihat cumi-cumi goreng
tepung yang disodorkan oleh Mirai.
“Huh,
aku kira ada apa. Kamu hanya ingin makananku?”
“Uwaaaah!
Ini enak sekali.” Katanya senang.
Sejak
saat itu Mika lebih sering lagi mengikuti Mirai. Setiap istirahat makan siang
mereka selalu berbagi makanan. Ketika Mika tidak tahu harus mengumpulkan tugas
dimana, Mirai adalah orang pertama yang dia mintai tolong. Jika ada sesuatu
yang Mika tidak tahu mengenai sekolah, dia pasti bertanya pada Mirai.
“Mirai!
Dimana aku bisa mendapatkan kanvas dan cat air??”
“Di
toko,” jawabnya pendek.
“Aku
tidak tahu tempatnya. Antarkan aku kesana”
“Hhhh…”
dan Mirai tidak punya pilihan lain selain mengantarnya.
Semakin
lama Mika jadi semakin banyak bergantung padanya. Ini membuat Mirai merasa
mempunyai seorang adik karena dia harus menjaga Mika setiap dia berada di
kerumunan. Mika cepat sekali tersesat dan menghilang di antara lautan manusia
dan tahu-tahu dia sampai di tempat yang tidak dikenalnya. Mika tidak akan tahu
dimana jalan kembali dan malah akan tersesat jauh. Jadi Mirai harus selalu
mengawasinya.
“Jadi
sekarang Mika chan sering memintamu melakukan banyak hal?” Tanya Karin sensei
ketika sedang mengantarkan obat untuk Mirai. Dia bilang itu dari Asada sensei.
“Aku
harus mengawasinya seperti anak kecil, kalau tidak dia akan menghilang dengan
cepat dan tidak tahu jalan kembali.” Jawab Mirai, setengah kesal.
“Ah,
ya. Mika chan memang sering tersesat. Aku ingat saat kita mengunjungi festival
dan aku harus mencarinya selama satu jam di antara kerumunan orang-orang.”
Mirai
baru mengenal Mika selama beberapa bulan. Mika masih punya banyak rahasia di
balik kehidupannya dan hanya sedikit orang yang tahu itu. hal itu membuat Mirai
ingin mengetahui lebih banyak tentang dirinya.
“Sensei,”
Mirai ingin menanyakan tentang Mika. Tapi dia juga bertanya-tanya apakah itu
hal yang baik. “Mika itu, orang seperti apa? Maksudku, Asada sensei bilang dia
adalah manusia generasi baru. Aku tidak sepenuhnya mengerti.”
Karin
sensei tahu banyak hal tentang Mika. Dia mengetahui sejarah keluarga Mika dan
bagaimana dia bisa menjadi manusia generasi baru. Sensei berpikir mungkin Mirai
adalah orang yang bisa dia percayai.
“Aku
sudah menjaga Mika sejak dia lahir. Keluarganya adalah klan yang bisa
mendeteksi parameter-parameter kimia yang menjadi polutan. Pernah dengar kalau
polutan dapat diencerkan ketika ada angin atau hujan?” Mirai yakin pernah
mendengarnya di salah satu mata pelajaran di sekolah. “keluarga Mika mempunyai
kemampuan yang unik. Mereka bisa menganalisis kadar keasaman, menganalisis
keadaan angin dan air. Lalu meregulasi polutan dari sumber polusi agar menyebar
ke berbagai titik atau mengumpulkan ke satu titik.”
“Wow,
apakah kemampuan seperti itu benar-benar ada?” sulit untuk membayangkan bahwa
hal-hal out of ordinary seperti itu
benar-benar ada.
“Tapi
kemampuan itu,” Karin sensei terdiam sejenak. Perasaannya semakin menjadi berat
dan berat. “membuat mereka harus selalu terpapar dengan polutan. Mirai, kamu
pasti tahu bagaimana jika tubuh manusia sering terpapar oleh berbagai macam
polutan…”
Mirai
berpikir sejenak. “Ah…” tentu saja, tidak ada tubuh manusia yang dapat bertahan
begitu lama ketika sering terkerna dampak polusi.
“Kedua
orang tua Mika chan meninggal ketika dia baru berumur dua tahun. Jadi, ingatan Mika
chan pasti masih belum jelas mengenai orang tuanya.”
“Lalu,
Mika juga mempunyai kemampuan itu?” Tanya Mirai.
“Ya.
Dan dia sedikit unik karena bisa menyerap sejumlah polutan ke tubuhnya atau
memindahkannya ke dalam tubuh makhluk hidup. Karena itu dia jadi objek
penelitian. Tapi, itu bukanlah hal yang baik. Akhirnya aku dan Asada sensei
membantunya lari dari Next Generation Research.” Wajah Karin sensei sekarang
benar-benar terlihat sedih. Sepertinya banyak hal berat yang terjadi.
“Mirai,
aku minta tolong.” Karin sensei menatap Mirai penuh harap. Ada air mata yang
menggenang di pelupuk matanya. “Bantulah Mika chan menemukan kebahagiaannya.”
AAA
Semenjak
cerita Karin sensei tentang keluarga Mika, Mirai lebih sering memperhatikannya
di dalam kelas. Terkadang dia tersentak kaget mendapati dirinya sedang menatap
sosok Mika dari bangkunya. Tubuh Mika dapat menyerap sejumlah polutan atau
memindahkannya ke dalam tubuh makhluk hidup lain. Mirai tidak bisa mengatakan
itu adalah kemampuan yang berguna. Baginya, itu adalah kemampuan yang
mengerikan.
Sudah
satu semester semenjak dia mengenal Mika dan segala keanehan kehidupannya. Dia
merasa lebih banyak bersimpati pada gadis itu. Dia tidak mempunyai satupun
teman dekat. Dia tidak pernah berbicara dengan orang lain. Dia selalu makan
sendirian, berjalan kemanapun sendirian, dan pergi kemanapun sendirian.
Tapi,
Mika sering bergantung padanya. Mirai tidak pernah protes soal itu. Dia
bergantung padanya, namun di sisi lain Mika juga seperti menjauhinya. Ini
membuatnya bingung.
Sudah
beberapa hari ini Mirai merasa aneh.
Tubuhnya menjadi mudah lelah. Dia sering sakit kepala dan pandangan matanya
sering menjadi buram dengan tiba-tiba.
“Mungkin
anemia? Aku tidak ingat pernah punya penyakit anemia.” Dan hasilnya dia meminum
suplemen penambah darah.
Mirai
pergi ke sekolah seperti biasanya. Hari itu dia merasa agak sulit bernafas.
Seperti biasanya juga, dia menawarkan Mika untuk makan siang bersama.
“Ah!”
Mika terkejut saat Mirai menepuk pundaknya. Apa yang membuatnya begitu kaget?
“Tidak,
Mirai…. Aku tidak ingin melihat ini….” Setelah mengatakan itu, Mika berlari
meninggalkan Mirai yang mematung karena kebingungan.
Mirai
tersadar. Dia harus mengejar Mika. Dia harus tahu apa yang Mika pikirkan. Mirai
merasa belakangan ini Mika bersikap sangat aneh.
“Mika!”
Mirai mengejarnya sampai di bawah naungan pohon besar. Dia sudah bersusah payah
mengejarnya dan itu membuatnya lebih sulit bernafas. Sekarang dia merasakan
sakit kepala yang parah. Pandangannya tiba-tiba menjadi buram.
“Mika,
kenapa kau sebenarnya?”
Tapi
Mika hanya diam. Matanya menatap Mirai dengan nanar. Dia membekap mulutnya
dengan kedua tangannya dan mulai menangis. Mirai tidak mengerti apa yang
terjadi padanya.
“Mika,
ada apa?” Mirai bertanya lagi. tapi tidak ada sepatah katapun terucap dari Mika.
Dia masih menangis. Mirai bisa melihat pundak Mika terguncang hebat dan
tangannya gemetaran.
“Kakak….”
Mika terisak. Dia tidak bisa lagi mengendalikan tangisnya. Mirai memberikan
tatapan bertanya. Kakak?
“Kakak?
Mika, ada apa denganmu??” Mirai mencoba mempertahankan kesadarannya di antara
sakit kepalanya dan nafasnya yang tercekat.
“Kakak…
kakak…” Mika mengguncang-guncang tubuh Mirai dan terus berkata ‘Kakak’.
“Mika,
kenapa kau tiba-tiba begini? Aku bukan kakakmu!” tapi Mika terus saja
mengatakan ‘kakak’. Dia tidak mampu berkata apapun.
Sekarang
seluruh tubuh Mirai merasakan sakit yang luar biasa. Kepalanya sakit seakan
tertusuk oleh sesuatu. Pandangan matanya perlahan menjadi gelap dan kakinya
tidak bisa menopang tubuhnya lagi. Mirai jatuh di atas rerumputan.
“Kakak!!”
jerit Mika semakin histeris. Seluruh dunia sekarang mulai berputar-putar di
sekitar Mika. Dia hanya melihat sosok kakaknya di depan matanya. Dia melihat Mori.
“Kakak,
hentikan! Hentikan!” Mika terus saja berteriak histeris.
“Apa
yang harus aku hentikan, Mika?” Tanya Mirai dengan suara yang lemah. Di
sekelilingnya sekarang terlihat abu-abu dan dia melihat Mika di hadapannya. Air
matanya banyak menetes ke seragam sekolahnya hingga basah.
“Kakak….me—menyerap
banyak polutan! Kakak selalu saja begitu!” Suara Mika bergetar hebat. Dia
sekarang berkata dengan berteriak, sepertinya tidak bisa mengontrol emosinya
sendiri. “Aku tidak peduli lagi dengan misi itu!”
Mirai
merasa pandangan matanya agak lebih terang. Dia juga masih bisa mendengar Mika
dengan jelas walaupun sekujur tubuhnya merasakan sakit dan dia kesulitan untuk
bernafas.
“Kakak
selalu melindungiku….Kakak tidak pernah membiarkan bahaya apapun menyentuhku.
Tapi kakak tetap melaksanakan misi itu! Kakak menyerap polutan ke tubuh kakak
sendiri! Mereka mengatakan untuk menyalurkannya ke tumbuhan dan hewan-hewan,
tapi kakak tidak melakukannya!! Aku tahu tumbuhan-tumbuhan dan hewan-hewan akan
mati jika kita menyalurkan polutan ke dalam tubuh mereka….aku tidak mau itu
terjadi…. Kakak juga tidak ingin melihat mereka mati.”
Mirai
mulai menangkap banyak hal. Di masa dulu Mika pasti mempunyai seorang kakak.
Seorang kakak yang selalu melindunginya. Kakaknya tidak pernah membiarkan Mika
berada dalam bahaya. Kakaknya juga adalah seorang yang mempuanyai kemampuan
unik dapat menyerap polutan atau menyalurkannya ke dalam tubuh makhluk hidup
lain. Tapi, jika mereka menyalurkan ke dalam tubuh makhluk hidup, mereka pasti
akan mati. Dan….Kakak Mika tidak punya pilihan lain untuk menjalankan misi
kecuali dengan cara memasukkan polutan ke dalam tubuhnya. Karena dia sangat
menyayangi Mika, dia tidak akan membiarkan Mika melakukan hal yang sama. Mirai
berpikir pasti seperti itu kejadiannya.
Tapi,
kenapa Mika melihatnya sebagai kakaknya?
“Kakak
selalu baik hati…. Kakak melakukan semuanya untukku. Dan karena itu tubuh Kakak
jadi lemah. Dan Kakak…. Kakak…” Mika terhenti di tengah kalimatnya. Tubuhnya
kini terguncang lebih hebat. Tangannya gemetaran tak terkendali dan air matanya
tumpah.
“Kakak….
Meninggalkanku?”
Mirai
menyadari hal itu. Semua keluarga Mika yang mempunyai kemampuan itu
terkontaminasi polutan. Bahkan kakaknya dapat menyerap polutan itu. pasti tubuh
kakaknya tidak bisa bertahan karena menyimpan terlalu banyak polutan. Dan tentu
saja…. Kakaknya kini sudah tiada.
“Ah….aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa….!!”
Mika mengingat semuanya. Dia mengetahui kenyataan bahwa kakaknya telah
meninggal. Mika menangis . Mirai melihat langit lebih gelap kini. Dia tidak
yakin apakah hanya pandangan matanya saja yang gelap atau langit memang
mendung.
“Uaaaaaaaaaaaaa…aaaaaaa….”
Mika terus saja menangis. Mirai tidak tahu harus melakukan apa. Dia hanya
memandangi gadis di depannya dengan perasaan yang kacau.
Kakaknya
telah meninggal. Dengan cara yang menyakitkan. Dan itu memberikan luka pada Mika.
Kemudian
tetes demi tetes air tercurah dari langit. Ah, jadi langit memang mendung….
Semakin
lama Mirai merasa kesadarannya mulai menghilang. Dunia di sekelilingnya menjadi
hitam. Dan dia tidak tahu lagi apa yang terjadi.
AAA
“Asada
sensei! Dia kembali!” Mirai bisa mendengar dengan jelas suara Karin sensei.
Dimana dia sekarang? Otaknya tidak ingin bekerja pada saat ini.
“Kerja
bagus, Mirai.”
Dia
akhirnya membuka matanya. Karin sensei terkejut. dia berpikir Mirai tidak akan
bangun lagi.
“Sensei…Mika….”
Hal pertama yang bisa dia pikirkan adalah dia ingin tahu keadaan Mika. Mata
Sensei kembali meredup.
“Apa
yang kau ketahui tentang Mika sekarang?”
“Banyak.
Aku hanya bisa menarik kesimpulan. Dia mengira aku kakaknya.” Wajah Sensei
seperti seorang yang kehilangan seluruh kebahagiaannya.
Kemudian
Mirai menceritakan semuanya dan bahwa dia sampai pada kesimpulan jika Kakak Mika
telah meninggal karena menyerap terlalu banyak polutan. Hanya satu hal yang dia
tidak mengerti. Kenapa Mika menganggap dirinya sebagai kakaknya?
“Itu
karena kau mirip dengannya.” Kata Karin sensei. Lalu dia menceritakan semuanya.
“Mori adalah seorang kakak tempat Mika
bergantung. Dia melindunginya dengan jiwa dan tubuhnya. Mereka berdua tinggal
di Kota Harapan, kota yang dibuat untuk menyelesaikan misi mereka. Di kota itu
mereka tumbuh. Di kota itu seharusnya Mori menyalurkan polutan ke tubuh makhluk
hidup lain. Tapi, ketika dia mencobanya pada tumbuhan, mereka akan segera layu,
mengering, hitam, dan akhirnya mati. Di dalam tubuh kelinci juga begitu. Mereka
segera menjadi tubuh yang kaku dan dingin. Mori dan Mika tidak bisa melihat hal
seperti itu. mereka tidak tega membunuh makhluk hidup lain. Jadi, Mori
menanggung semua beban itu sendirian…”
Karin
sensei mulai terisak-isak.
“Tubuhnya
tidak bisa bertahan. Dia tidak bisa menyelesaikan misi itu dan juga tidak bisa
melindungi Mika lagi. Mori…Mori meninggal dan itu membuat kebahagiaan Mika
lenyap.”
“Waktu
itu aku adalah dokter Mori.” Kata Asada sensei “Aku berusaha menyelamatkannya.
Tapi, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku yang memberitahu kematian kakaknya.
Itu adalah pukulan keras bagi Mika.”
“Mori
seperti dirimu. Bedanya, Mori bisa mengontrolnya. Entah mengapa tubuhmu, tanpa kau
sadari menyerap sejumlah besar polutan. Aku memberimu obat yang bisa
menetralisasi sebagian polutan. Tapi, sepertinya itu belum cukup. Ah, ya. Mika
bisa mendeteksi parameter-parameter polutan, jadi dia bisa mengetahui apa yang
terjadi dengan tubuhmu.”
Asada
sensei memberinya penjelasan. Itu menjawab pertanyaannya mengapa Mika tiba-tiba
bertanya apakah dirinya manusia generasi baru. Sensei berkata bahwa Mika
berusaha menekan kemampuannya itu. Mirai bisa mengerti, pasti berat untuknya
mengetahui kenyataan bahwa bumi ini telah menjadi amat berpolusi. Lalu Mirai
teringat kalau dia merasakan sakit akhir-akhir ini. Itu pasti karena tubuhnya
tidak bisa lagi menahan polutan-polutan yang masuk. Mika pasti mendeteksi
sejumlah besar polutan dalam tubuhnya, hal itu mengingatkannya pada kakaknya.
Mirai
pergi melihat Mika. Dia tengah menatap makanannya di atas tempat tidur. Dia
terlihat pucat. Tatapan matanya kosong. Apa yang Mirai lihat kini melukai
hatinya.
“Mika…”
“Kakak—“
Mika terkejut dan tidka sadar berteriak ‘kakak’ tapi dia kembali kepada
kesadarannya. “Oh, Mirai.”
Walaupun
begitu dia terlihat senang melihat Mirai baik-baik saja.
“Mau
keluar?” ajak Mirai. Mika mengangguk.
Di
padang bunga matahari mereka makan bersama. Mika merindukan hari-hari ketika
dia bisa memakan bekal makan siang Mirai.
“Tempat
ini sangat hangat dan menyenangkan” kata Mirai. Mata Mika sedikit lebih hidup
sekarang.
“Asada
sensei bilang mungkin aku harus memakai baju khusus untuk melindungi dari
segala macam polusi.” Kata Mirai lagi.
Mika
menundukkan kepalanya. Mirai bisa melihat ada setetes air yang jatuh di atas
kotak makan siangnya.
“Aku
sudah memikirkan ini, Mirai.” Dia berkata. Air matanya mengalir. “Kakak pernah
berkata padaku agar mencari teman yang baik seperti kakak.”
Bunga-bunga
matahari itu bergoyang tertiup angin. Seluruh padang bunga ini menjadi seperti
laut yang bergelombang.
“Aku
tidak akan merasa takut lagi. kakak selalu melindungiku, tapi aku tidak pernah
melakukan apapun untuk kakak.” Mika meraih tangan Mirai. Dia menggenggam
telapak tangannya dan perasaannya terasa hangat. Aneh, tubuh Mirai menjadi
ringan. Sakit yang dia rasakan mulai berkurang. Sesaat lamanya Mirai baru
menyadari apa yang dilakukan Mika. Seketika dia menyentakan tangannya dan
genggaman itu terlepas.
“Mika!
Apa yang kau laku—“
Mika
jatuh pingsan.
AAA
Dua
jam adalah waktu yang sangat lama. Sangat lama karena Mirai menunggu dengan
kekhawatiran. Dia tidak menyangka Mika akan memindahkan polutan-polutan itu
dari tubuh Mirai ke tubuh Mika. Apakah dia memindahkan semua? Mirai berharap Mika
akan baik-baik saja.
Mimpi
itu datang lagi kepada Mika. Terus menerus datang dalam ribuan malam yang telah
dilalui Mika. Kakaknya dengan senyum cerahnya dan pelukan hangatnya terus saja
datang menemani malam Mika.
“Aku
akan membantumu, Mika. Jangan takut.”
“Kakak….”
Mika kembali dalam dekapan kakaknya. Dia selalu merasa bahagia di dekat
kakaknya. “Kakak, aku telah menemukan teman yang baik seperti kakak. Aku telah
berjanji untuk tumbuh semakin kuat. Kakak tidak perlu khawatir lagi.” kata Mika.
Dia lalu melepaskan pelukan kakaknya.
Kakaknya
tersenyum. “Terima kasih, Mika. Kakak menyayangimu.”
Mika
membalas senyuman kakaknya dan dia melambaikan tangan ketika kakaknya perlahan
menghilang dari pandangan matanya.
AAA
“Selamat
pagi” sapa Mika ketika dia baru terbangun dari mimpinya. Saat itu baru pukul
tiga pagi.
“Mika!”
Mirai terbangun dengan kaget. Dia tidur dengan posisi duduk yang tidak nyaman.
“Mirai,
aku tidak apa-apa.”
Asada
sensei memasuki ruangan dan melihat keadaan Mika. “Entah bagaimana Mika bisa
mengatasi ini. Lebih menggembirakan lagi, dia bisa menetralisasi polutan yang
sudah memasuki tubuhnya.”
“Benarkah?”
Tanya Mirai tidak percaya. Entah mengapa dia lebih mengkhawatirkan Mika
daripada tubuhnya sendiri yang bermasalah.
“Aku
sudah bilang padamu,” Mika turun dari tempat tidurnya. “Kakakku akan
membantuku.”
“Tapi,
ada efeknya. Ketika Mika menyerap polutan-polutan itu, dia memerlukan waktu
untuk menetralisasi dan sebagai akibatnya dia akan membutuhkan istirahat. Dia
akan tidur selama beberapa jam.”
“Apakah
ini berbahaya, sensei?” Tanya Karin sensei.
“Tidak,
aku rasa ini adalah jalan keluar dari masalah Mirai yang tidak bisa mengontrol
tubuhnya.”
Mika
tidak pernah merasa selega ini dalam hidupnya. Dia merasa kesedihannya
menghilang perlahan. Kakak yang dia sayangi memang telah meninggalkannya untuk
selamanya. Tapi, dia tahu ada kebahagiaan lain bersama orang-orang yang
menyayanginya. Bersama Karin sensei, Asada sensei, dan Mirai.
“Mirai,
mau ke rooftop?”
Mirai
tidak mengerti kenapa di pagi buta pukul tiga Mika mengajaknya ke rooftop. Apa
ada sesuatu yang menarik di sana?
“Baiklah.”
Dia setuju.
Di
rooftop udara sangat dingin. Mirai dan Mika membiarkan tubuh mereka diterpa
angin fajar yang sejuk.
“Mirai,
kita bisa melihat banyak bintang di sini.” Kata Mika. Dia menatap langit dengan
senyuman.
“Waah….cantik
sekali.” Gumam Mirai. Ide yang bagus membawanya ke rooftop.
“Kakak
dan aku selalu menyukai bintang-bintang. Kami sering melihat bintang di malam
hari sambil berbaring di rerumputan.”
Mika teringat kakaknya pernah mengatakan “Kakak akan selalu menjadi bintangmu.
Kapanpun kau ingin melihat kakak, lihatlah langit malam yang indah.”
“Kakak
benar, kakak menjadi bintang yang bersinar paling terang. Bintang yang cantik
dan akan menjadi pelindungku.”
“Indah
sekali. Menatap bintang-bintang pukul tiga pagi bersamamu benar-benar
menyenangkan. Apa kau merasa bahagia Mika?” Tanya Mirai. Masih tidak
memalingkan mukanya dari gugusan bintang di langit.
“Ya….”
Jawab Mika.
Dingin
angin fajar menerpa wajah Mirai dan Mika lagi. Lalu seperti membawa pergi
segala kesedihan mereka, angin itu bergerak perlahan. Gugusan bintang-bintang
bersinar cemerlang dengan anggun dan misterius. Mereka membayangkan seandainya
bisa terbang menuju langit dan menggapai bintang-bintang itu.
Ah,
tapi melihat mereka dari kejauhan sebagai bintang yang berkerlip anggun dan
misterius seperti ini adalah hal yang terbaik….
Komentar
Posting Komentar