Inovasi Petani Munirwan Tersandung Kesalahan Sistem yang Mengakar
Oleh: Ari Sofiyanti (Alumni Biologi Universitas Airlangga)
Di negeri ini, mengharapkan apresiasi dari pemerintah adalah bagaikan pungguk merindukan bulan, sekalipun dia adalah seorang yang berprestasi atau kreatif yang menghasilkan suatu penemuan. Bahkan bukan saja apresiasi yang sulit didapatkan, namun juga perwujudan prestasi dan kekreatifan tersebut. Buktinya, baru-baru ini mencuat berita tentang penangkapan sosok petani berprestasi di Aceh bernama Tengku Munirwan.
Tengku Munirwan adalah petani sekaligus Kepala Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara. Munirwan menjadi tersangka dan langsung ditahan aparat Dit Reskrimsus Polda Aceh dalam waktu yang cepat yaitu hanya 12 hari setelah munculnya laporan tanggal 11 Juli 2019. Tindakan Pak Munirwan dinilai telah melanggar Pasal 12 Ayat 2 juncto Undang-undang nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42 / Permentan Tahun 2012. Buyi ayat itu bahwa benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Direktur Krimsus Polda Aceh Kombes Teuku Saladin berdalih Munirwan jadi tersangka bukan karena sebagai petani yang mengembangkan dan menjual bibit padi IF8, melainkan sebagai Direktur Utama PT Bumdes Nisami Indonesia (BNI) yang dianggap bukan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Aparat mengklaim bahwa tersangka bersama beberapa pihak lainnya mendirikan perusahaan pribadi dan memperjualbelikan bibit padi yang kemudian hasil penjualan itu masuk ke rekening perusahaan sebesar 1 milyar lebih.
Klaim-klaim yang ditudingkan pemerintah pun dibantah oleh Tim Pengacara Munirwan, Muhammad Reza bahwa PT Bumides Nisami Indonesia ini milik BUMG Meunasah Rayeuk. Munirwan diberikan kuasa dari warga untuk membentuk unit usaha dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Awal dari pembentukan PT BNI adalah saat Gampong Meunasah Rayeuk mendapat tawaran bantuan pinjaman dana dari sebuah bank. Saat itu, pihak bank memberikan syarat agar membentuk sebuah unit usaha untuk mendapatkan bantuan dana tersebut. Pembentukan unit usaha berbadan hukum ini berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 tahun 20015. Namun ternyata pemberian bantuan pinjaman itu dibatalkan karena ada persyaratan susulan dari bank yang tidak dapat dipenuhi. Kemudian PT tersebut dan rekeningnya digunakan untuk proses pembayaran dari pesanan benih padi dari desa-desa lainnya karena bank asal rekening yang terdaftar diperusahaan lebih mudah diakses perangkat desa-desa pemesan benih padi yang berada di daerah pedalaman.
Beberapa pihak pun menduga, salah satunya Ketua DPD Apdesi, Muksalmina bahwa ada kepentingan Dinas Pertanian untuk menghentikan pengembangan IF8 karena adanya proyek pengadaan benih inbrida senilai 2,8 milyar yang kualitas benih ini kalah jauh dibanding IF8.
Di sisi yang lain, bagi Pak Munirwan yang tidak tahu menahu mengenai undang-undang merasa benih yang dikembangkannya sangat membantu petani Aceh. Benih IF8 mampu menghasilkan paling sedikit 10 ton.
Demikian pula beberapa petani sebelumnya yang melakukan pengembangan benih misalnya Surono Danu asal Lampung dengan benih padi yang diberi nama Sertani dan EMESPE-1. Benih padi ini berhasil meningkatkan hasil panen dua kali lipat. Namun, sayangnya inovasi ini kurang mendapat apresiasi dari otoritas pertanian. Apalagi dijadikan program nasional pemberdayaan benih padi.
Prestasi, kreativitas dan inovasi petani dalam mengembangkan benih untuk kemaslahatan rakyat selalu tersandung pada kesalahan. Kesalahan yang sistemik dan telah mengakar di negeri ini. Inilah buah dari penerapan sistem kapitalis. Hanya pemilik modal yang dimenangkan karena adanya kesepakatan haram di balik layar antara pejabat pemerintah dan pengusaha. Intinya adalah bagaimana cara mendapat keuntungan pribadi tanpa ada gangguan dari pihak lain, walaupun rakyatnya sendiri.
Sistem sekuler kapitalisme yang menjadi asas negeri inilah yang menjadi sumber penerapan aturan-aturan rusak dan menyengsarakan rakyat. Mengapa bantuan pinjaman dana itu harus ditawarkan dari bank? Mengapa bukan negara yang memberikan bantuan tersebut? Sedangkan bank pasti akan mengambil riba dari pinjaman itu. Mengapa negara memperbolehkan bank-bank riba itu berdiri? Sementara riba adalah keharaman dan dosa besar. Mengapa negara tidak memfasilitasi para petani dengan fasilitas terbaik? Bukankah itu semua menjadi bukti negara yang mengabaikan hak-hak dan kesejahteraan rakyat?
Jika manusia tidak berlaku sombong dan tunduk pada Allah Sang Pencipta alam semesta, maka semestinya aturan yang diterapkan pun adalah dari aturan Allah, yaitu Islam. Sebagaimana yang diwariskan oleh Rasulullah sepeninggal beliau, para sahabat sepakat mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah yaitu pemimpin negara khilafah. Khalifah Abu Bakar mencontohkan penerapan Islam yang sempurna di segala bidang kehidupan. Penerapan Islam ini pun terus berlanjut hingga 14 abad lamanya.
Andai kita mau menguak sejarah, kita akan tahu kemajuan besar di sektor pertanian itu menunjukkan besarnya peran kebijakan pertanian Khilafah. Khilafah telah memberikan dukungan kepada para petani. Di antaranya dukungan permodalan baik dalam bentuk pemberian seperti yang diberikan pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab kepada para petani di Irak, atau dalam bentuk pinjaman tanpa bunga dan utang itu baru dikembalikan dua tahun setelahnya seperti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Khilafah juga mengembangkan iklim yang kondusif bagi kegiatan penelitian dan pengembangan sains dan teknologi, termasuk di bidang pertanian. Banyak laboratorium dibangun, begitu pula perpustakaan dan lahan-lahan percobaan. Para ilmuwan diberi berbagai dukungan yang diperlukan, termasuk dana penelitian, selain penghargaan atas karya mereka. Lalu lahirlah banyak sekali ilmuwan pelopor di bidang pertanian, misalnya Abu Zakaria Yahya bin Muhammad Ibn Al-Awwan yang tinggal di Seville.
Peran negara pun amat penting dalam menjalankan politik ekonomi Islam sehingga kaum Muslim berhasil meraih kegemilangan di sektor pertanian serta memberikan konstribusi besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia. Berdasarkan catatan sejarah dan komentar para ilmuwan termasuk dari Barat, sistem pertanian pada era Spanyol Muslim merupakan sistem pertanian yang paling kompleks dan paling ilmiah. Maka wajarlah jika kita kini haruslah punya satu harapan saja, yaitu dengan kembali tegaknya Islam dalam naungan khilafah. Hanya dengan menerapkan Islam sajalah terwujud sistem terbaik yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam.
Oleh: Ari Sofiyanti (Alumni Biologi Universitas Airlangga)
Di negeri ini, mengharapkan apresiasi dari pemerintah adalah bagaikan pungguk merindukan bulan, sekalipun dia adalah seorang yang berprestasi atau kreatif yang menghasilkan suatu penemuan. Bahkan bukan saja apresiasi yang sulit didapatkan, namun juga perwujudan prestasi dan kekreatifan tersebut. Buktinya, baru-baru ini mencuat berita tentang penangkapan sosok petani berprestasi di Aceh bernama Tengku Munirwan.
Tengku Munirwan adalah petani sekaligus Kepala Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara. Munirwan menjadi tersangka dan langsung ditahan aparat Dit Reskrimsus Polda Aceh dalam waktu yang cepat yaitu hanya 12 hari setelah munculnya laporan tanggal 11 Juli 2019. Tindakan Pak Munirwan dinilai telah melanggar Pasal 12 Ayat 2 juncto Undang-undang nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42 / Permentan Tahun 2012. Buyi ayat itu bahwa benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Direktur Krimsus Polda Aceh Kombes Teuku Saladin berdalih Munirwan jadi tersangka bukan karena sebagai petani yang mengembangkan dan menjual bibit padi IF8, melainkan sebagai Direktur Utama PT Bumdes Nisami Indonesia (BNI) yang dianggap bukan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Aparat mengklaim bahwa tersangka bersama beberapa pihak lainnya mendirikan perusahaan pribadi dan memperjualbelikan bibit padi yang kemudian hasil penjualan itu masuk ke rekening perusahaan sebesar 1 milyar lebih.
Klaim-klaim yang ditudingkan pemerintah pun dibantah oleh Tim Pengacara Munirwan, Muhammad Reza bahwa PT Bumides Nisami Indonesia ini milik BUMG Meunasah Rayeuk. Munirwan diberikan kuasa dari warga untuk membentuk unit usaha dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Awal dari pembentukan PT BNI adalah saat Gampong Meunasah Rayeuk mendapat tawaran bantuan pinjaman dana dari sebuah bank. Saat itu, pihak bank memberikan syarat agar membentuk sebuah unit usaha untuk mendapatkan bantuan dana tersebut. Pembentukan unit usaha berbadan hukum ini berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 tahun 20015. Namun ternyata pemberian bantuan pinjaman itu dibatalkan karena ada persyaratan susulan dari bank yang tidak dapat dipenuhi. Kemudian PT tersebut dan rekeningnya digunakan untuk proses pembayaran dari pesanan benih padi dari desa-desa lainnya karena bank asal rekening yang terdaftar diperusahaan lebih mudah diakses perangkat desa-desa pemesan benih padi yang berada di daerah pedalaman.
Beberapa pihak pun menduga, salah satunya Ketua DPD Apdesi, Muksalmina bahwa ada kepentingan Dinas Pertanian untuk menghentikan pengembangan IF8 karena adanya proyek pengadaan benih inbrida senilai 2,8 milyar yang kualitas benih ini kalah jauh dibanding IF8.
Di sisi yang lain, bagi Pak Munirwan yang tidak tahu menahu mengenai undang-undang merasa benih yang dikembangkannya sangat membantu petani Aceh. Benih IF8 mampu menghasilkan paling sedikit 10 ton.
Demikian pula beberapa petani sebelumnya yang melakukan pengembangan benih misalnya Surono Danu asal Lampung dengan benih padi yang diberi nama Sertani dan EMESPE-1. Benih padi ini berhasil meningkatkan hasil panen dua kali lipat. Namun, sayangnya inovasi ini kurang mendapat apresiasi dari otoritas pertanian. Apalagi dijadikan program nasional pemberdayaan benih padi.
Prestasi, kreativitas dan inovasi petani dalam mengembangkan benih untuk kemaslahatan rakyat selalu tersandung pada kesalahan. Kesalahan yang sistemik dan telah mengakar di negeri ini. Inilah buah dari penerapan sistem kapitalis. Hanya pemilik modal yang dimenangkan karena adanya kesepakatan haram di balik layar antara pejabat pemerintah dan pengusaha. Intinya adalah bagaimana cara mendapat keuntungan pribadi tanpa ada gangguan dari pihak lain, walaupun rakyatnya sendiri.
Sistem sekuler kapitalisme yang menjadi asas negeri inilah yang menjadi sumber penerapan aturan-aturan rusak dan menyengsarakan rakyat. Mengapa bantuan pinjaman dana itu harus ditawarkan dari bank? Mengapa bukan negara yang memberikan bantuan tersebut? Sedangkan bank pasti akan mengambil riba dari pinjaman itu. Mengapa negara memperbolehkan bank-bank riba itu berdiri? Sementara riba adalah keharaman dan dosa besar. Mengapa negara tidak memfasilitasi para petani dengan fasilitas terbaik? Bukankah itu semua menjadi bukti negara yang mengabaikan hak-hak dan kesejahteraan rakyat?
Jika manusia tidak berlaku sombong dan tunduk pada Allah Sang Pencipta alam semesta, maka semestinya aturan yang diterapkan pun adalah dari aturan Allah, yaitu Islam. Sebagaimana yang diwariskan oleh Rasulullah sepeninggal beliau, para sahabat sepakat mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah yaitu pemimpin negara khilafah. Khalifah Abu Bakar mencontohkan penerapan Islam yang sempurna di segala bidang kehidupan. Penerapan Islam ini pun terus berlanjut hingga 14 abad lamanya.
Andai kita mau menguak sejarah, kita akan tahu kemajuan besar di sektor pertanian itu menunjukkan besarnya peran kebijakan pertanian Khilafah. Khilafah telah memberikan dukungan kepada para petani. Di antaranya dukungan permodalan baik dalam bentuk pemberian seperti yang diberikan pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab kepada para petani di Irak, atau dalam bentuk pinjaman tanpa bunga dan utang itu baru dikembalikan dua tahun setelahnya seperti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Khilafah juga mengembangkan iklim yang kondusif bagi kegiatan penelitian dan pengembangan sains dan teknologi, termasuk di bidang pertanian. Banyak laboratorium dibangun, begitu pula perpustakaan dan lahan-lahan percobaan. Para ilmuwan diberi berbagai dukungan yang diperlukan, termasuk dana penelitian, selain penghargaan atas karya mereka. Lalu lahirlah banyak sekali ilmuwan pelopor di bidang pertanian, misalnya Abu Zakaria Yahya bin Muhammad Ibn Al-Awwan yang tinggal di Seville.
Peran negara pun amat penting dalam menjalankan politik ekonomi Islam sehingga kaum Muslim berhasil meraih kegemilangan di sektor pertanian serta memberikan konstribusi besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia. Berdasarkan catatan sejarah dan komentar para ilmuwan termasuk dari Barat, sistem pertanian pada era Spanyol Muslim merupakan sistem pertanian yang paling kompleks dan paling ilmiah. Maka wajarlah jika kita kini haruslah punya satu harapan saja, yaitu dengan kembali tegaknya Islam dalam naungan khilafah. Hanya dengan menerapkan Islam sajalah terwujud sistem terbaik yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar