Jurnal Biosistematika Craniata
link: https://s.docworkspace.com/d/AGvUvEbzxs8jgtr15dumFA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN VERTEBRATA BERDASARKAN CRANIUM DENGAN PENYUSUNAN KLADOGRAM METODE WAGNER
Riyan Surya R. (081114048), Glory Norotumilena, Hadi Achmad F., Findi Angelika R. (081411431019), Ari Sofiyanti (081411431013)
(arryarjuna@gmail.com)
Abstrak
Tengkorak kepala (cranium) merupakan salah satu karakter anatomi yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan kekerabatan dalam filogeni vertebrata. Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tengkorak dari ikan, fosil Neanderthal, komodo, aves, amfibi, simpanse, monyet, kelelawar, lumba-lumba, dan penyu. Analisis kekerabatan di antara spesimen diselesaikan dengan menggunakan metode kladistik Wagner. Metode ini sangat berguna untuk menggambarkan kladogram dan menyusun pohon filogeni, kemudian menentukan Consistency Index (CI) dan Retention Index (RI). Hasil CI dan RI yang diperoleh dari metode ini adalah 68% dan RI 62%. Jika nilai CI mendekati sama dengan 1 berarti menunjukkan bahwa tingkat homoplasi dalam kelompok ini rendah atau bahkan tidak ada sama sekali. Dan jika hampir mendekati sama dengan 0 maka tingkat homoplasi pada kelompok ini tinggi.
Kata Kunci : Filogeni, Kladogram, Kranium, CI, dan RI
Abstract
Skull (cranium) is one of the anatomic characters which can be used to study historical relationships within vertebrate group. Specimens used in this research were skulls of fish, Neanderthal man, komodo dragon, birds, amphibian, chimpanzee, macaque, bat, dolphin, and turtle. Historical relationships between specimens were analysed using Wagner cladistics method. This method is useful to picture a cladogram and we can arrange the phylogeny tree. Then, determining Consistency Index (CI) and Retention Index (RI). CI and RI acquired from this research are 68% (CI) and 62% (RI). If CI number is close to or equals 1 then the homoplasy rate within the group is low or even null. And if it is close to or equals 0 then the homoplasy rate within the group is high.
Keyword: Phylogeny, Cladogram, Vertebrate, Cranium, CI, and RI
PENGANTAR
Hewan-hewan yang memiliki penyangga tubuh bagian belakang (dorsal) dalam bentuk sederhana ataupun dalam wujud tulang belakang dimasukkan dalam filum chordata. Kata chordata berasal dari chorda dorsalis atau penyangga. Filum chordata masih terbagi dalam empat sub filum, yakni hemichordata, urochordata, cephalochordata, dan vertebrata. Sub filum vertebrata beranggotakan hewan-hewan yang memilki tulang belakang (vertebrae) di bagian badan belakang (dorsal). Vertebrata disebut juga Craniata karena semua hewan vertebrata sudah memiliki otak, yang terlindung dalam Cranium (tulang tengkorak). Umumnya vertebrata mempunyai sepasang atau beberapa pasang anggota. Hewan-hewan yang memiliki tulang belakang, saat memasuki fase embrio sampai dewasa, selanjutnya digolongkan menjadi kelompok vertebrata. Berdasarkan alat gerak, sub filum vertebrata dibedakan atas dua kelompok yaitu pisces (ikan) dan tetrapoda (tetra=empat, podos=kaki). Kelompok pisces alat geraknya berupa sirip, sedangkan kelompok tetrapoda alat geraknya berupa kaki dan jumlahnya empat (dua pasang). Kelompok pisces terdiri atas kelas agnatha, yaitu ikan yang tidak memiliki rahang, contohnya ikan lamprey (lampreta). Kelas condrichthyes, yaitu ikan bertulang rawan, contohnya ikan hiu dan ikan pari. Kelas osteichthyes, yaitu ikan bertulang keras, contohnya ikan gurami, lele, dan bandeng. Kelompok tetrapoda dibedakan atas 4 kelas yaitu kelas Amphibia, Reptilia, Aves, dan Mammalia. Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari hubungan filogeni Craniata yang fosilnya dikoleksi pada laboratorium bisosistematika dengan metode Wagner.
BAHAN
Praktikum Biosistematika ini dilakukan di Laboratorium Biologi, Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Bahan atau spesimen yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Cranium Ikan I (IPR010)
2. Cranium Ikan II (ISR030 )
3. Cranium Neanderthal (MPF001)
4. Cranium Monyet (B)
5. Cranium Macaca maculata (MPR051)
6. Cranium Kelelawar (A)
7. Cranium Lumba-lumba (MDR010)
8. Cranium Komodo (RSR010)
9. Cranium Burung (BGR010)
10. Cranium Amfibi (AAR020)
11. Cranium Penyu (RTR010)
METODE
Untuk menentukan kekerabatan antar spesies, digunakan metode analisis kladistik. Pertama adalah dengan menyusun table transformasi yang membedakan antara karakter apomorfi atau plesiomorphi. Karakter yang lebih primitive. Sedangkan karakter apomorphi merupakan derivate dari karakter plesiomorfi. Dengan mengacu pada tabel transformasi, dapat disusun kladogram berdasarkan metode wagner. Metode Wegner adalah metode penyusun kladogram berdasarkan Algoritma. (Irawan, 2011) setelah itu, kladogram diubah menjadi bentuk kladogram sisir.dari kladogram yang telah disusun selanjutnya di evaluasi berdasarkan hasil proporsi homoplasi yang terdapat dalam suatu kladogram. Evaluasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus Consistensi Index (CI) dan Retention Index (RI). Nilai CI berkisar antara 0 sampai 1. Bila nilai CI mendekati atau sama dengan 1 berarti dalam kladogram tersebut homoplasinya sangat rendah atau tidak ada sama sekali, dan bila mendekati atau sama dengan 0 berarti homoplasinya tinggi.
HASIL
Tabel 1.1 Tabel Transformasi
KETERANGAN
O. Cranium Ikan I (IPR010)
A. Cranium Neanderthal (MPF001)
B. Cranium Monyet (B)
C. Cranium Macaca maculata (MPR051)
D. Cranium Kelelawar (A)
E. Cranium Lumba-lumba (MDR010)
F. Cranium Komodo (RSR010)
G. Cranium Burung (BGR010)
H. Cranium Amfibi (AAR020)
I. Cranium Penyu (RTR010
J. Cranium Ikan II (ISR030 )
A. Deskripsi
a. Cranium Ikan I (IPR010)
Ikan tidak memiliki gigi (0); tipe gigi homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi horizontal (0); memiliki prognasia (1); dagu tidak berkembang (0); lokasi mata di samping (0); tulang pipi datar (1); tulang nasal besar (1); osteum supra ocular kecil (1); condylus occipitalis tidak ada (0); foramen occipital magnum ke arah posterior (0); atap rongga mulut berlubang (0).
b. Cranium fosil Neanderthal (MPF001)
Fosil neanderthal memiliki gigi (1); tipe gigi heterodont (1); memiliki caninus kecil (1); dahi landau (1); memiliki prognasia (1); dagu berkembang (1); lokasi mata di muka (1); tulang pipi menonjol (1); tulang nasal besar (1); osteum supra ocular besar (0); memiliki dua condylus occipitalis yang terpisah (1); foramen occipital magnum ke arah ventral (1); atap rongga mulut rapat (2).
c. Cranium monyet (B)
Monyet memiliki gigi (1); tipe giginya heterodont (1); memiliki caninus kecil (1); dahi landai (1); memiliki prognasia (1); memiliki dagu yang berkembang (1); lokasi matanya di muka (1); tulang pipinya menonjol (1); tidak memiliki tulang nasal besar (1); memiliki osteum supra ocular yang besar (0); memiliki 2 condylus occipitalis yang terpisah (1); foramen occipital magnum ke arah ventral (1); atap rongga mulut rapat (2).
d. Cranium Macaca sp. (MPR011)
Macaca sp. memiliki gigi (1); tipe giginya heterodont (1); memiliki caninus besar (2); dahi landau (1); memiliki prognasia (1); memiliki dagu yang berkembang (1); lokasi matanya di muka (1); tulang pipinya menonjol (1); tidak memiliki tulang nasal besar (1); memiliki osteum supra ocular yang besar (0); memiliki dua condylus occipitalis yang terpisah (1); foramen occipital magnum ke arah ventral (1); atap rongga mulut rapat (2).
e. Cranium kelelawar (A)
Kelelawar memiliki gigi (1); tipe giginya heterodont (1); memiliki caninus besar (2); dahi landai (1); memilik prognasianya (1); dagunya tidak berkembang (0); lokasi matanya di muka (1); tulang pipinya datar atau rata (1); memiliki tulang nasal besar (1); memiliki osteum supra ocular yang kecil (1); memiliki 2 condylus occipitalis yang terpisah (1); foramen occipital magnum ke arah posterior (0); atap rongga mulut rapat (2).
f. Cranium lumba – lumba (MDR010)
Lumba-lumba memiliki gigi (1); tipe giginya homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi landai (1); Prognasianya sangat panjang (0); dagu tidak berkembang (0); lokasi matanya di samping (0); memiliki tulang pipi datar atau rata (0), tidak memiliki tulang nasal (0); memiliki osteum supra ocular yang kecil (1); memiliki 2 condylus occipitalis yang terpisah (1); Foramen occipital magnum ke arah posterior (0), atap rongga mulut rapat.
g. Cranium komodo (RSR010)
Fosil komodo memiliki gigi (1); tipe gigi homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi landau (1); prognasia sangat panjang (0); dagu tidak berkembang (0); lokasi mata di samping (0); tulang pipi datar (0); tulang nasal besar (1); osteum supra ocular kecil (1); memiliki satu condylus occipitalis (3); foramen occipital magnum ke arah posterior (0); atap rongga mulut berlubang (0).
h. Cranium burung (BGR010)
Fosil aves tidak memiliki gigi (0); memiliki tipe gigi homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi landai (1); memiliki prognasia yang sangat panjang (0); dagu tidak berkembang (0); lokasi mata di samping (0); tulang pipi datar (0); tulang nasal besar (1); osteum supra ocular kecil (1); memiliki satu condylus occipitalis (3); foramen occipital magnum ke arah ventral (1); atap rongga mulut rapat (2).
i. Cranium katak (AAR010)
Fosil katak memiliki gigi (1); memiliki tipe gigi homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi horizontal (0); memiliki prognasia (1); dagu tidak berkembang (0); lokasi mata di samping (0); tulang pipi datar (1); tulang nasal tidak ada (0); osteum supra ocular kecil (1); memiliki dua condylus occipitalis yang menyatu (3); foramen occipital magnum ke arah posterior (0); atap rongga mulut rapat.
j. Cranium Penyu (RTR010)
Penyu tidak memiliki gigi (0); tipe giginya homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi horizontal (0); memiliki prognasia (1); dagunya tidak berkembang (0); lokasi mata di samping (0); memiliki tulang pipi yang datar atau rata (0); memiliki tulang nasal yang besar (1); memiliki osteum supra ocular yang kecil (1); memiliki 2 condylus occipitalis yang menyatu (2); Foramen occipital magnum ke arah posterior (0); atap rongga mulut rapat (2).
k. Cranium ikan II (Ikan Sidat) (ISR030)
Ikan memiliki gigi (1); tipe gigi homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi horizontal (0); memiliki prognasia (1); dagu tidak berkembang (0); lokasi mata di samping (0); tulang pipi datar (1); tulang nasal besar (1); osteum supra ocular kecil (1); condylus occipitalis tidak ada (0); foramen occipital magnum ke arah posterior (0); atap rongga mulut berlubang (0).
FENOGRAM
KLADOGRAM
PARSIMONI
CI = x 100%
= x 100%
= 68 %
RI =
x 100%
= 62 %
POHON FILOGENI
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini yaitu Filogeni Cranium yaitu mempelajari hubungan filogeni hewan bertulang belakang dengan metode kladistik dengan melakukan analisis sistematika pada metode pembuatan kladogram memiliki beberapa tahap yaitu menyusun deskripsi taksonomi. Menyusun deskripsi taksonomi meliputi penyusunan deskripsi analitik, deskripsi diagnostik dan deskripsi diagnostik diferensial dari masing-masing organisme atau takson yang diteliti. Deskripsi analitik merupakan deskripsi secara umum menggambarkan secara detail mengenai segala bagian yang terlihat pada takson tersebut. Deskripsi diagnostik adalah mendeskripsikan mengenai karakter khas (karakteristik) dari suatu takson. Sedangkan deskripsi diagnostik diferensial adalah mendeskripsikan takson dengan mengikut sertakan takson lain sebagai pembanding atau membandingkan dengan takson lainnya. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan table karakter, tabel kesamaan atau perbedaan, dan pembuatan fenogram. Akan tetapi kali ini kami tidak mencantumkan fenogram. Setelah diketahui fenogramnya, tahap selanjutnya adalah pembuatan kladogram. Langkah pertama membuat kladogram yaitu dengan menyusun tabel transformasi yang membedakan antara karakter apomorfi atau plesiomorfi. Dengan mengacu pada tabel transformasi, dapat disusun kladogram berdasarkan metode Wagner. Setelah itu, kladogram diubah menjadi bentuk kladogram sisir. Dari kladogram yang telah disusun selanjutnya dievaluasi berdasarkan hasil proporsi homoplasi yang terdapat dalam suatu kladogram. Evaluasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus Consistensi Index (CI) dan Retention Index (RI). Nilai CI berkisar antara 0 sampai 1. Bila nilai CI mendekati atau sama dengan 1 berarti dalam kladogram tersebut homoplasinya sangat rendah atau tidak ada sama sekali. Dan bila mendekati atau sama dengan 0 berarti homoplasinya tinggi.
Penerapan dalam menyusun kladogram metode Wagner berdasarkan penggabungan takson yang diuji satu persatu mulai dari tahap tabel karakter, lalu tabel kesamaan atau perbedaan karakter. Berdasarkan data tersebut, dapat diperoleh hubungan kekerabatan antar organisme atau takson yang diuji pada praktikum ini. Dengan menggunakan data pada tabel karakter dapat mempermudah dalam penyusunan fenogram. Setelah fenogram terbentuk, maka langkah selanjutnya adalah membuat tabel apomorfi. Tabel apomorfi berisi informasi data berupa angka dari tabel karakteristik yang jumlah totalnya disebut jumlah apomorfi. Organisme atau takson yang memiliki jumlah apomorfi sedikit maka akan menjadi organisme atau takson pertama yang akan dipisahkan dengan organisme atau takson yang lainnya dan menjadi organisme atau takson tertua kedua setelah kelompok tamu (outer-group). Jumlah apomorfi menjadi dasar dalam penentuan pemisahan antar organisme hingga terbentuk kladogram yang utuh. Kelompok tamu yang digunakan harus merupakan kelompok yang memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan kelompok yang akan disusun kladogramnya, tetapi hal ini sering kali tidak memungkinkan. Dalam hal yang tidak memungkinkan dipilih berdasarkan dua alasan. Alasan pertama, takson atau kelompok tamu harus memiliki hubungan filogeni sedekat mungkin sehingga kami dapat membandingkan semua karakter yang kami gunakan. Alasan kedua, takson tamu tersebut harus pada akhirnya memiliki nenek moyang yang sama dengan kelompok yang kita telaah.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah cranium ikan I (takson tamu), cranium neanderthal (MPF001), cranium komodo (RSR010), cranium aves (BGR010), cranium amphibia (AAR010), cranium Macaca sp.(MPR011), cranium monyet (B), cranium kelelawar (A), cranium lumba-lumba (MDR010), cranium penyu (RTR010), cranium ikan II (ISR030) .
Berdasarkan kladogram yang disusun, didapatkan takson yang berdekatan menurut kesamaan karakter derivatnya.Ikan II berdekatan dengan ikan I karena memiliki perbedaan apomorfi paling sedikit dibandingkan dengan takson lainnya. Kemudian, ikan I berdekatan dengan lumba-lumba karena setelah dibandingkan memiliki perbedaan apomorfi paling sedikit diantara perbandingan dengan takson yang lain. Lumba-lumba berdekatan dengan kelelawar karena keduanya memiliki kesamaan karakteristik yang paling banyak diantara takson lainnya. Kelelawar berdekatan komodo karena memiliki perbedaan apomorfi paling sedikit dibandingkan dengan perbandingan dengan takson lain. Kemudiankdengan aves karena kesamaan apomorfi yang lebih banyak dari pada dengan perbandingan pada takson lain. Aves berdekatan dengan amphibi karena perbandingan apomorfinya memiliki kesamaan paling banyak dari pada perbandingan dengan takson lain. Amphibiberdekatan dengan penyukarena perbedaan apomorfi pada perbandingan karakternya sedikit dibandingkan dengan takson lainnya. Macaca sp.tidak memiliki perbedaan apomorfi dengan monyet. Kemudian yang terakhir adalah Macaca sp. dan monyet berdekatan dengan neanderthal karena setelah dibandingkan karakter apomorfinya lebih banyak yang sama dari pada karakter apomorfi pada takson lain.
Setelah kladogram metode Wagner terbentuk, maka selanjutnya diubah menjadi bentuk kladogram sisir.Pengubahan dilakukan untuk mendapatkan urutan karakter dari plesiomorfi ke apomorfi. Dan diperoleh data sebagai berikut: B (neanderthal), G (monyet), F (Macaca maculate), H (kelelawar), C (komodo), D (aves), E (amphibia), J (penyu), I (lumba-lumba), A (ikan I), dan kelompok tamu (K) (ikan II). Setelah itu dimasukkan kode angka karakteristik yang sesuai dengan masing-masing organisme, dan dipilih struktural atau urutan penyusunan kode yang sederhana. Dan diperoleh hasil yang sesuai pada kladogram hasil pengamatan dengan jumlah S=24, CI sebesar 78,8 % atau 0,708, dan perhitungan RI sebesar 66% atau 0,66. Consistensi Index (CI) dan Retention Index (RI). Bila nilai CI mendekati atau sama dengan 1 berarti dalam kladogram tersebut homoplasinya sangat rendah atau tidak ada sama sekali, dan bila mendekati atau sama dengan 0 berarti homoplasinya sangat banyak.
Cara penghitungan CI yaitu CI = m/s x100%=17/25 x 100% = 68 %. Dan cara perhitungan RI = (n-s)/(n-m) x100%= (38-25)/(38-17) x 100% = 62 %. Perhitungan CI ini berfungsi untuk mengukur jumlah relatif homoplasi dalam sebuah kladogram. Dan RI ini mengukur proporsi synapomorphy yang diharapkan dari suatu kumpulan data yang disimpan sebagai synapomorfi pada sebuah pohon filogeni. Dengan kata lain RI adalah ukuran proporsi kesamaan pada sebuah pohon filogeni. Dari sini, dengan melihat nilai CI maka diketahui bahwa tingkat homoplasi pada kladogram hewan vertebrata tersebut tidak seberapa tinggi.
Sehingga dari kladogram tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelas, antara lain Macaca sp.(MPR011), neanderthal (MPF001), monyet (B), kelelawar (A) dikelompokkan dalam kelas mamalia karena memiliki persamaan diantaranya memiliki dua condylus occipitalis yang terpisah 11(1), lokasi mata di muka 7(1), dan tipe gigi heterodont 2(1). Adapun yang memiliki foramen occipital magnum ke arah ventral 12(1) dan dagu bekembang 6(1) yaitu Macaca maculate (MPR011), neanderthal (MPF001), dan monyet (B). Neanderthal (MPF001) memiliki tulang nasal yang mereduksi 9(2) dan tulang pipi menonjol 8(2).
Yang tergolong dalam kelas reptilia adalah penyu (RTR010) dan komodo (RSR010). Komodo dan penyu memiliki nilai apomorfi yang hampir sama sehingga dapat tergolong dalam satu kelas. Kemudian yang tergolong dalam kelas amphibia adalah katak (AAR010). Dan yang tergolong dalam kelas aves adalah burung (BGR010).
Sedangkan yang dikelompokkan dalam kelas pisces yaitu ikan I (out group), ikan II (ISR030), dan lumba-lumba (MDR010) karena memiliki perbedaan apomorfi paling sedikit dibandingkan dengan takson lainnya. Perbedaannya, ikan I (BR020) memiliki tulang pipi datar 8(0) dan tulang nasal mereduksi 9(2) sedangkan lumba-lumba memiliki tipe gigi homodont sekunder 2(0).
KESIMPULAN
Dari hubungan filogeni diatas dapat disumpulkan bahwa cranium yang paling plesiomorfi adalah ikan I kemudian ikan II (ISR030) sedangkan yang paling plesiomorfi adalah cranium Neandhertal (MPF001) yang memiliki hubungan kekerabatan dengan nilai CI sebesar 68% dan RI sebesar 62%. Nilai CI ini menujukkan bahwa hubungan kekerabatan antar hewan tersebut memiliki tingkat homoplasi yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Irawan, Bambang. 2011. Biosistematika. Surabaya: Departemen Biologi FST UNAIR.
Ostrom, J. H. (1976). "Archaeopteryx and The Origin of Birds". Biological Journal of the Linnean Society 8 (2): 91–182
West-Eberhard, Mary Jane.2003. Developmental Plasticity and Evolution. Oxford Univ. Press. pp. 353–376.
link: https://s.docworkspace.com/d/AGvUvEbzxs8jgtr15dumFA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN VERTEBRATA BERDASARKAN CRANIUM DENGAN PENYUSUNAN KLADOGRAM METODE WAGNER
Riyan Surya R. (081114048), Glory Norotumilena, Hadi Achmad F., Findi Angelika R. (081411431019), Ari Sofiyanti (081411431013)
(arryarjuna@gmail.com)
Abstrak
Tengkorak kepala (cranium) merupakan salah satu karakter anatomi yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan kekerabatan dalam filogeni vertebrata. Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tengkorak dari ikan, fosil Neanderthal, komodo, aves, amfibi, simpanse, monyet, kelelawar, lumba-lumba, dan penyu. Analisis kekerabatan di antara spesimen diselesaikan dengan menggunakan metode kladistik Wagner. Metode ini sangat berguna untuk menggambarkan kladogram dan menyusun pohon filogeni, kemudian menentukan Consistency Index (CI) dan Retention Index (RI). Hasil CI dan RI yang diperoleh dari metode ini adalah 68% dan RI 62%. Jika nilai CI mendekati sama dengan 1 berarti menunjukkan bahwa tingkat homoplasi dalam kelompok ini rendah atau bahkan tidak ada sama sekali. Dan jika hampir mendekati sama dengan 0 maka tingkat homoplasi pada kelompok ini tinggi.
Kata Kunci : Filogeni, Kladogram, Kranium, CI, dan RI
Abstract
Skull (cranium) is one of the anatomic characters which can be used to study historical relationships within vertebrate group. Specimens used in this research were skulls of fish, Neanderthal man, komodo dragon, birds, amphibian, chimpanzee, macaque, bat, dolphin, and turtle. Historical relationships between specimens were analysed using Wagner cladistics method. This method is useful to picture a cladogram and we can arrange the phylogeny tree. Then, determining Consistency Index (CI) and Retention Index (RI). CI and RI acquired from this research are 68% (CI) and 62% (RI). If CI number is close to or equals 1 then the homoplasy rate within the group is low or even null. And if it is close to or equals 0 then the homoplasy rate within the group is high.
Keyword: Phylogeny, Cladogram, Vertebrate, Cranium, CI, and RI
PENGANTAR
Hewan-hewan yang memiliki penyangga tubuh bagian belakang (dorsal) dalam bentuk sederhana ataupun dalam wujud tulang belakang dimasukkan dalam filum chordata. Kata chordata berasal dari chorda dorsalis atau penyangga. Filum chordata masih terbagi dalam empat sub filum, yakni hemichordata, urochordata, cephalochordata, dan vertebrata. Sub filum vertebrata beranggotakan hewan-hewan yang memilki tulang belakang (vertebrae) di bagian badan belakang (dorsal). Vertebrata disebut juga Craniata karena semua hewan vertebrata sudah memiliki otak, yang terlindung dalam Cranium (tulang tengkorak). Umumnya vertebrata mempunyai sepasang atau beberapa pasang anggota. Hewan-hewan yang memiliki tulang belakang, saat memasuki fase embrio sampai dewasa, selanjutnya digolongkan menjadi kelompok vertebrata. Berdasarkan alat gerak, sub filum vertebrata dibedakan atas dua kelompok yaitu pisces (ikan) dan tetrapoda (tetra=empat, podos=kaki). Kelompok pisces alat geraknya berupa sirip, sedangkan kelompok tetrapoda alat geraknya berupa kaki dan jumlahnya empat (dua pasang). Kelompok pisces terdiri atas kelas agnatha, yaitu ikan yang tidak memiliki rahang, contohnya ikan lamprey (lampreta). Kelas condrichthyes, yaitu ikan bertulang rawan, contohnya ikan hiu dan ikan pari. Kelas osteichthyes, yaitu ikan bertulang keras, contohnya ikan gurami, lele, dan bandeng. Kelompok tetrapoda dibedakan atas 4 kelas yaitu kelas Amphibia, Reptilia, Aves, dan Mammalia. Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari hubungan filogeni Craniata yang fosilnya dikoleksi pada laboratorium bisosistematika dengan metode Wagner.
BAHAN
Praktikum Biosistematika ini dilakukan di Laboratorium Biologi, Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Bahan atau spesimen yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Cranium Ikan I (IPR010)
2. Cranium Ikan II (ISR030 )
3. Cranium Neanderthal (MPF001)
4. Cranium Monyet (B)
5. Cranium Macaca maculata (MPR051)
6. Cranium Kelelawar (A)
7. Cranium Lumba-lumba (MDR010)
8. Cranium Komodo (RSR010)
9. Cranium Burung (BGR010)
10. Cranium Amfibi (AAR020)
11. Cranium Penyu (RTR010)
METODE
Untuk menentukan kekerabatan antar spesies, digunakan metode analisis kladistik. Pertama adalah dengan menyusun table transformasi yang membedakan antara karakter apomorfi atau plesiomorphi. Karakter yang lebih primitive. Sedangkan karakter apomorphi merupakan derivate dari karakter plesiomorfi. Dengan mengacu pada tabel transformasi, dapat disusun kladogram berdasarkan metode wagner. Metode Wegner adalah metode penyusun kladogram berdasarkan Algoritma. (Irawan, 2011) setelah itu, kladogram diubah menjadi bentuk kladogram sisir.dari kladogram yang telah disusun selanjutnya di evaluasi berdasarkan hasil proporsi homoplasi yang terdapat dalam suatu kladogram. Evaluasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus Consistensi Index (CI) dan Retention Index (RI). Nilai CI berkisar antara 0 sampai 1. Bila nilai CI mendekati atau sama dengan 1 berarti dalam kladogram tersebut homoplasinya sangat rendah atau tidak ada sama sekali, dan bila mendekati atau sama dengan 0 berarti homoplasinya tinggi.
HASIL
Tabel 1.1 Tabel Transformasi
KETERANGAN
O. Cranium Ikan I (IPR010)
A. Cranium Neanderthal (MPF001)
B. Cranium Monyet (B)
C. Cranium Macaca maculata (MPR051)
D. Cranium Kelelawar (A)
E. Cranium Lumba-lumba (MDR010)
F. Cranium Komodo (RSR010)
G. Cranium Burung (BGR010)
H. Cranium Amfibi (AAR020)
I. Cranium Penyu (RTR010
J. Cranium Ikan II (ISR030 )
A. Deskripsi
a. Cranium Ikan I (IPR010)
Ikan tidak memiliki gigi (0); tipe gigi homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi horizontal (0); memiliki prognasia (1); dagu tidak berkembang (0); lokasi mata di samping (0); tulang pipi datar (1); tulang nasal besar (1); osteum supra ocular kecil (1); condylus occipitalis tidak ada (0); foramen occipital magnum ke arah posterior (0); atap rongga mulut berlubang (0).
b. Cranium fosil Neanderthal (MPF001)
Fosil neanderthal memiliki gigi (1); tipe gigi heterodont (1); memiliki caninus kecil (1); dahi landau (1); memiliki prognasia (1); dagu berkembang (1); lokasi mata di muka (1); tulang pipi menonjol (1); tulang nasal besar (1); osteum supra ocular besar (0); memiliki dua condylus occipitalis yang terpisah (1); foramen occipital magnum ke arah ventral (1); atap rongga mulut rapat (2).
c. Cranium monyet (B)
Monyet memiliki gigi (1); tipe giginya heterodont (1); memiliki caninus kecil (1); dahi landai (1); memiliki prognasia (1); memiliki dagu yang berkembang (1); lokasi matanya di muka (1); tulang pipinya menonjol (1); tidak memiliki tulang nasal besar (1); memiliki osteum supra ocular yang besar (0); memiliki 2 condylus occipitalis yang terpisah (1); foramen occipital magnum ke arah ventral (1); atap rongga mulut rapat (2).
d. Cranium Macaca sp. (MPR011)
Macaca sp. memiliki gigi (1); tipe giginya heterodont (1); memiliki caninus besar (2); dahi landau (1); memiliki prognasia (1); memiliki dagu yang berkembang (1); lokasi matanya di muka (1); tulang pipinya menonjol (1); tidak memiliki tulang nasal besar (1); memiliki osteum supra ocular yang besar (0); memiliki dua condylus occipitalis yang terpisah (1); foramen occipital magnum ke arah ventral (1); atap rongga mulut rapat (2).
e. Cranium kelelawar (A)
Kelelawar memiliki gigi (1); tipe giginya heterodont (1); memiliki caninus besar (2); dahi landai (1); memilik prognasianya (1); dagunya tidak berkembang (0); lokasi matanya di muka (1); tulang pipinya datar atau rata (1); memiliki tulang nasal besar (1); memiliki osteum supra ocular yang kecil (1); memiliki 2 condylus occipitalis yang terpisah (1); foramen occipital magnum ke arah posterior (0); atap rongga mulut rapat (2).
f. Cranium lumba – lumba (MDR010)
Lumba-lumba memiliki gigi (1); tipe giginya homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi landai (1); Prognasianya sangat panjang (0); dagu tidak berkembang (0); lokasi matanya di samping (0); memiliki tulang pipi datar atau rata (0), tidak memiliki tulang nasal (0); memiliki osteum supra ocular yang kecil (1); memiliki 2 condylus occipitalis yang terpisah (1); Foramen occipital magnum ke arah posterior (0), atap rongga mulut rapat.
g. Cranium komodo (RSR010)
Fosil komodo memiliki gigi (1); tipe gigi homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi landau (1); prognasia sangat panjang (0); dagu tidak berkembang (0); lokasi mata di samping (0); tulang pipi datar (0); tulang nasal besar (1); osteum supra ocular kecil (1); memiliki satu condylus occipitalis (3); foramen occipital magnum ke arah posterior (0); atap rongga mulut berlubang (0).
h. Cranium burung (BGR010)
Fosil aves tidak memiliki gigi (0); memiliki tipe gigi homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi landai (1); memiliki prognasia yang sangat panjang (0); dagu tidak berkembang (0); lokasi mata di samping (0); tulang pipi datar (0); tulang nasal besar (1); osteum supra ocular kecil (1); memiliki satu condylus occipitalis (3); foramen occipital magnum ke arah ventral (1); atap rongga mulut rapat (2).
i. Cranium katak (AAR010)
Fosil katak memiliki gigi (1); memiliki tipe gigi homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi horizontal (0); memiliki prognasia (1); dagu tidak berkembang (0); lokasi mata di samping (0); tulang pipi datar (1); tulang nasal tidak ada (0); osteum supra ocular kecil (1); memiliki dua condylus occipitalis yang menyatu (3); foramen occipital magnum ke arah posterior (0); atap rongga mulut rapat.
j. Cranium Penyu (RTR010)
Penyu tidak memiliki gigi (0); tipe giginya homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi horizontal (0); memiliki prognasia (1); dagunya tidak berkembang (0); lokasi mata di samping (0); memiliki tulang pipi yang datar atau rata (0); memiliki tulang nasal yang besar (1); memiliki osteum supra ocular yang kecil (1); memiliki 2 condylus occipitalis yang menyatu (2); Foramen occipital magnum ke arah posterior (0); atap rongga mulut rapat (2).
k. Cranium ikan II (Ikan Sidat) (ISR030)
Ikan memiliki gigi (1); tipe gigi homodont (0); tidak memiliki caninus (0); dahi horizontal (0); memiliki prognasia (1); dagu tidak berkembang (0); lokasi mata di samping (0); tulang pipi datar (1); tulang nasal besar (1); osteum supra ocular kecil (1); condylus occipitalis tidak ada (0); foramen occipital magnum ke arah posterior (0); atap rongga mulut berlubang (0).
FENOGRAM
KLADOGRAM
PARSIMONI
CI = x 100%
= x 100%
= 68 %
RI =
x 100%
= 62 %
POHON FILOGENI
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini yaitu Filogeni Cranium yaitu mempelajari hubungan filogeni hewan bertulang belakang dengan metode kladistik dengan melakukan analisis sistematika pada metode pembuatan kladogram memiliki beberapa tahap yaitu menyusun deskripsi taksonomi. Menyusun deskripsi taksonomi meliputi penyusunan deskripsi analitik, deskripsi diagnostik dan deskripsi diagnostik diferensial dari masing-masing organisme atau takson yang diteliti. Deskripsi analitik merupakan deskripsi secara umum menggambarkan secara detail mengenai segala bagian yang terlihat pada takson tersebut. Deskripsi diagnostik adalah mendeskripsikan mengenai karakter khas (karakteristik) dari suatu takson. Sedangkan deskripsi diagnostik diferensial adalah mendeskripsikan takson dengan mengikut sertakan takson lain sebagai pembanding atau membandingkan dengan takson lainnya. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan table karakter, tabel kesamaan atau perbedaan, dan pembuatan fenogram. Akan tetapi kali ini kami tidak mencantumkan fenogram. Setelah diketahui fenogramnya, tahap selanjutnya adalah pembuatan kladogram. Langkah pertama membuat kladogram yaitu dengan menyusun tabel transformasi yang membedakan antara karakter apomorfi atau plesiomorfi. Dengan mengacu pada tabel transformasi, dapat disusun kladogram berdasarkan metode Wagner. Setelah itu, kladogram diubah menjadi bentuk kladogram sisir. Dari kladogram yang telah disusun selanjutnya dievaluasi berdasarkan hasil proporsi homoplasi yang terdapat dalam suatu kladogram. Evaluasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus Consistensi Index (CI) dan Retention Index (RI). Nilai CI berkisar antara 0 sampai 1. Bila nilai CI mendekati atau sama dengan 1 berarti dalam kladogram tersebut homoplasinya sangat rendah atau tidak ada sama sekali. Dan bila mendekati atau sama dengan 0 berarti homoplasinya tinggi.
Penerapan dalam menyusun kladogram metode Wagner berdasarkan penggabungan takson yang diuji satu persatu mulai dari tahap tabel karakter, lalu tabel kesamaan atau perbedaan karakter. Berdasarkan data tersebut, dapat diperoleh hubungan kekerabatan antar organisme atau takson yang diuji pada praktikum ini. Dengan menggunakan data pada tabel karakter dapat mempermudah dalam penyusunan fenogram. Setelah fenogram terbentuk, maka langkah selanjutnya adalah membuat tabel apomorfi. Tabel apomorfi berisi informasi data berupa angka dari tabel karakteristik yang jumlah totalnya disebut jumlah apomorfi. Organisme atau takson yang memiliki jumlah apomorfi sedikit maka akan menjadi organisme atau takson pertama yang akan dipisahkan dengan organisme atau takson yang lainnya dan menjadi organisme atau takson tertua kedua setelah kelompok tamu (outer-group). Jumlah apomorfi menjadi dasar dalam penentuan pemisahan antar organisme hingga terbentuk kladogram yang utuh. Kelompok tamu yang digunakan harus merupakan kelompok yang memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan kelompok yang akan disusun kladogramnya, tetapi hal ini sering kali tidak memungkinkan. Dalam hal yang tidak memungkinkan dipilih berdasarkan dua alasan. Alasan pertama, takson atau kelompok tamu harus memiliki hubungan filogeni sedekat mungkin sehingga kami dapat membandingkan semua karakter yang kami gunakan. Alasan kedua, takson tamu tersebut harus pada akhirnya memiliki nenek moyang yang sama dengan kelompok yang kita telaah.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah cranium ikan I (takson tamu), cranium neanderthal (MPF001), cranium komodo (RSR010), cranium aves (BGR010), cranium amphibia (AAR010), cranium Macaca sp.(MPR011), cranium monyet (B), cranium kelelawar (A), cranium lumba-lumba (MDR010), cranium penyu (RTR010), cranium ikan II (ISR030) .
Berdasarkan kladogram yang disusun, didapatkan takson yang berdekatan menurut kesamaan karakter derivatnya.Ikan II berdekatan dengan ikan I karena memiliki perbedaan apomorfi paling sedikit dibandingkan dengan takson lainnya. Kemudian, ikan I berdekatan dengan lumba-lumba karena setelah dibandingkan memiliki perbedaan apomorfi paling sedikit diantara perbandingan dengan takson yang lain. Lumba-lumba berdekatan dengan kelelawar karena keduanya memiliki kesamaan karakteristik yang paling banyak diantara takson lainnya. Kelelawar berdekatan komodo karena memiliki perbedaan apomorfi paling sedikit dibandingkan dengan perbandingan dengan takson lain. Kemudiankdengan aves karena kesamaan apomorfi yang lebih banyak dari pada dengan perbandingan pada takson lain. Aves berdekatan dengan amphibi karena perbandingan apomorfinya memiliki kesamaan paling banyak dari pada perbandingan dengan takson lain. Amphibiberdekatan dengan penyukarena perbedaan apomorfi pada perbandingan karakternya sedikit dibandingkan dengan takson lainnya. Macaca sp.tidak memiliki perbedaan apomorfi dengan monyet. Kemudian yang terakhir adalah Macaca sp. dan monyet berdekatan dengan neanderthal karena setelah dibandingkan karakter apomorfinya lebih banyak yang sama dari pada karakter apomorfi pada takson lain.
Setelah kladogram metode Wagner terbentuk, maka selanjutnya diubah menjadi bentuk kladogram sisir.Pengubahan dilakukan untuk mendapatkan urutan karakter dari plesiomorfi ke apomorfi. Dan diperoleh data sebagai berikut: B (neanderthal), G (monyet), F (Macaca maculate), H (kelelawar), C (komodo), D (aves), E (amphibia), J (penyu), I (lumba-lumba), A (ikan I), dan kelompok tamu (K) (ikan II). Setelah itu dimasukkan kode angka karakteristik yang sesuai dengan masing-masing organisme, dan dipilih struktural atau urutan penyusunan kode yang sederhana. Dan diperoleh hasil yang sesuai pada kladogram hasil pengamatan dengan jumlah S=24, CI sebesar 78,8 % atau 0,708, dan perhitungan RI sebesar 66% atau 0,66. Consistensi Index (CI) dan Retention Index (RI). Bila nilai CI mendekati atau sama dengan 1 berarti dalam kladogram tersebut homoplasinya sangat rendah atau tidak ada sama sekali, dan bila mendekati atau sama dengan 0 berarti homoplasinya sangat banyak.
Cara penghitungan CI yaitu CI = m/s x100%=17/25 x 100% = 68 %. Dan cara perhitungan RI = (n-s)/(n-m) x100%= (38-25)/(38-17) x 100% = 62 %. Perhitungan CI ini berfungsi untuk mengukur jumlah relatif homoplasi dalam sebuah kladogram. Dan RI ini mengukur proporsi synapomorphy yang diharapkan dari suatu kumpulan data yang disimpan sebagai synapomorfi pada sebuah pohon filogeni. Dengan kata lain RI adalah ukuran proporsi kesamaan pada sebuah pohon filogeni. Dari sini, dengan melihat nilai CI maka diketahui bahwa tingkat homoplasi pada kladogram hewan vertebrata tersebut tidak seberapa tinggi.
Sehingga dari kladogram tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelas, antara lain Macaca sp.(MPR011), neanderthal (MPF001), monyet (B), kelelawar (A) dikelompokkan dalam kelas mamalia karena memiliki persamaan diantaranya memiliki dua condylus occipitalis yang terpisah 11(1), lokasi mata di muka 7(1), dan tipe gigi heterodont 2(1). Adapun yang memiliki foramen occipital magnum ke arah ventral 12(1) dan dagu bekembang 6(1) yaitu Macaca maculate (MPR011), neanderthal (MPF001), dan monyet (B). Neanderthal (MPF001) memiliki tulang nasal yang mereduksi 9(2) dan tulang pipi menonjol 8(2).
Yang tergolong dalam kelas reptilia adalah penyu (RTR010) dan komodo (RSR010). Komodo dan penyu memiliki nilai apomorfi yang hampir sama sehingga dapat tergolong dalam satu kelas. Kemudian yang tergolong dalam kelas amphibia adalah katak (AAR010). Dan yang tergolong dalam kelas aves adalah burung (BGR010).
Sedangkan yang dikelompokkan dalam kelas pisces yaitu ikan I (out group), ikan II (ISR030), dan lumba-lumba (MDR010) karena memiliki perbedaan apomorfi paling sedikit dibandingkan dengan takson lainnya. Perbedaannya, ikan I (BR020) memiliki tulang pipi datar 8(0) dan tulang nasal mereduksi 9(2) sedangkan lumba-lumba memiliki tipe gigi homodont sekunder 2(0).
KESIMPULAN
Dari hubungan filogeni diatas dapat disumpulkan bahwa cranium yang paling plesiomorfi adalah ikan I kemudian ikan II (ISR030) sedangkan yang paling plesiomorfi adalah cranium Neandhertal (MPF001) yang memiliki hubungan kekerabatan dengan nilai CI sebesar 68% dan RI sebesar 62%. Nilai CI ini menujukkan bahwa hubungan kekerabatan antar hewan tersebut memiliki tingkat homoplasi yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Irawan, Bambang. 2011. Biosistematika. Surabaya: Departemen Biologi FST UNAIR.
Ostrom, J. H. (1976). "Archaeopteryx and The Origin of Birds". Biological Journal of the Linnean Society 8 (2): 91–182
West-Eberhard, Mary Jane.2003. Developmental Plasticity and Evolution. Oxford Univ. Press. pp. 353–376.
Komentar
Posting Komentar